Ibadah secara bahasa
bermakna merendahkan diri dan tunduk. Sedang secara istilah, seperti yang
didefinisikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yaitu: Suatu kata yang
meliputi segala perbuatan dan perkataan; zhohir maupun batin yang dicintai dan
diridhoi oleh Alloh Ta’ala. Dengan demikian ibadah terbagi menjadi tiga, yaitu:
ibadah hati, ibadah lisan dan ibadah anggota badan.
Ibadah yang diterima adalah
apabila memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas dan mutaba’ah
(mengikuti tuntunan Nabi Muhammad SAW). Kedua syarat ini terangkum dalam firman
Alloh, “… barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah
ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam beribadat kepada Tuhannya. ” (al-Kahfi: 110). Beramal shalih maksudnya yaitu melaksanakan ibadah
sesuai dengan tata cara yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, dan tidak
mempersekutukan dalam ibadah maksudnya
mengikhlashkan ibadah hanya untuk Allah semata.
Ikhlash (di landasi tauhid) dalam ibadah adalah seluruh ibadah yang
kita lakukan harus ditujukan untuk Allah semata. Walaupun seseorang beribadah
siang dan malam, jika tidak ikhlash maka sia-sialah amal tersebut. Allah
berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali untuk menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
agar mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus.” (al Bayyinah: 5)
Beribadah hanya dengan Syari’at Rasulullah SAW. Ketahuilah, ibadah bukanlah
produk akal atau perasaan manusia. Ibadah merupakan sesuatu yang diridhoi
Allah, dan engkau tidak akan mengetahui apa yang diridhoi Allah kecuali setelah
Allah kabarkan atau dijelaskan Rasulullah SAW. Dan seluruh kebaikan telah
diajarkan Rasulullah SAW dan tidak tersisa sedikitpun. Tidak ada dalam kamus
ibadah seseorang melaksanakan sesuatu karena menganggap ini baik, padahal
Rasulullah SAW tidak pernah
mencontohkan. Sehingga tatkala ditanya, “Mengapa engkau melakukan ini?” lalu ia
menjawab, “Bukankah ini sesuatu yang baik? Mengapa engkau melarang aku dari
melakukan yang baik?”. Saudaraku bukan akal dan perasaanmu yang menjadi
hakim baik burukya. Apakah engkau merasa lebih taqwa dan shalih ketimbang
Rasulullah SAW dan para sahabatnya? Ingatlah sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa
yang melakukan satu amalan (ibadah) yang tiada dasarnya dari kami maka ia
tertolak.” (HR. Muslim).
http://muslim.or.id
0 komentar:
Posting Komentar